Kemajuan teknologi menciptakan disrupsi pada kehidupan sehari-hari, mulai dari otomatisasi yang mengancam berbagai mata pencaharian, hingga bagaimana masyarakat mencerna dan mengabarkan informasi. Dewasa ini, lebih dari setengah populasi di Indonesia sudah terhubung internet. Angka pengguna internet semakin tinggi dari tahun ke tahun. Para Orang tua menjadi generasi imigran digital yang menjadi subjek dari perpindahan perkembangan manual-digital, sedangkan anak-anak sebagai generasi digital. Eric Schmidt, insinyur dari Google, sebelumnya bahkan sudah memprediksikan bahwa tahun 2020 seluruh manusia di dunia akan online. Dikutip dalam Kompas.com (2021) hasil riset menurut laporan perusahaan media asal Inggris, We Are Social yang bekerja sama dengan Hootsuite dalam "Digital 2021: The Latest Insight Inti The State of Digital yang diterbitkan pada 11 Februari 2021 itu memuat hasil riset mengenai pola pemakaian media sosial di sejumlah negara, termasuk Indonesia. Menurut laporan tersebut rata-rata orang Indonesia menghabiskan 3 jam 14 menit dalam sehari untuk mengakses media sosial. Dan total populasi di Indonesia pada Januari 2021 yang terdiri dari 274,9 juta jiwa, dengan pengguna aktif media sosial mencapai 170 juta. Artinya, jumlah pengguna media sosial di Indonesia setara dengan 61,8% dari total populasi. Jika dibandingkan dengan data tahun lalu, angka ini meningkat sebanyak 10 juta atau sekitar 6.3%. Sayangnya, kemajuan inovasi digital dan kemudahan mengakses internet masih belum diiringi dengan kualitas sumber daya manusia yang memadai. Banyak orang tua di era digital ini merasa kesulitan menemukan cara terbaik mengasuh anak. Di satu sisi, penggunaan teknologi digital seperti komputer, telepon pintar, piranti permainan/gim maupun internet dalam kehidupan tidak terelakkan akibat pandemi covid-19 yang mengharuskan pembelajaran di sekolah dilakukan secara online namun di sisi lain anak-anak dan orang tua dapat mengalami dampak negatif media itu. Oleh karena itu, kami menyusun artikel ini untuk orang tua setidaknya untuk dua tujuan.
Pertama, membantu orang tua melihat masalah yang akan dihadapi di era digital saat ini dan masa depan. Kedua, memberikan tips-tips mendampingi anak menggunakan media digital di berbagai kelompok usia.
Konvensi Hak-Hak Anak PBB pada 1989 menyepakati bahwa yang dikatakan sebagai “anak” adalah individu berusia 0-18 tahun. Indonesia menyetujui konvensi itu melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1996 dan sudah menetapkan rentang umur yang sama sebagai dasar berbagai peraturan untuk melindungi hak-hak anak. Maka anak yang berada dalam rentang usia itu harus mendapat perlindungan dari orang tua dan negara. Pada rentang usia ini seorang anak tengah berada pada masa pertumbuhan baik secara fisik, kognitif, maupun moral (Potter, 2008) yang belum sempurna. Artinya, seorang anak dinilai belum memiliki kemampuan untuk membentengi diri dari berbagai efek buruk yang ada di sekitarnya, termasuk dalam mengonsumsi pesan yang disiarkan melalui berbagai media. Kondisi tersebut juga membuat anak menjadi subjek yang paling berisiko terpapar dampak negatif penggunaan media. Oleh karena itu orang tua perlu berperan besar melindungi dan mendidik anak agar bisa menghindari dampak negatif media. Ada banyak cara mengasuh anak, orang tua perlu mendiskusikan cara terbaik agar tumbuh kembang anak optimal. Tentu saja pilihan itu ditentukan oleh nilai-nilai yang diyakini orang tua dan tujuan pengasuhan. Pola asuh/parenting merupakan interaksi antara anak dan orang tua berupa mendidik, membimbing, mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat (Edwards, 2006). Menurut Kemendikbud dalam Seri Pendidikan Orang tua (2016), Sebagai imigran digital, orang tua perlu mendidik anak dengan menggunakan tipe pola asuh yang relevan/sesuai dengan perkembangan anak mampu melindungi anak dari ancaman digital. Di antara ancaman digital yang akan dihadapi adalah sebagai berikut: 1. Kesehatan mata pada anak buruk akibat paparan cahaya dari media elektronik yang digunakan tidak terkontrol. 2. Masalah tidur. 3. Kesulitan berkonsentrasi. 4. Menurunnya prestasi belajar. 5. Perkembangan fisik, otak, bahasa, dan sosial terganggu/tertunda jika tidak diseimbangi dengan aktivitas di dunia nyata. Sebagai solusinya, generasi imigran digital perlu melakukan pendampingan terhadap anak dengan menambah pengetahuan mengenai hal-hal yang akan diakses anak, mengarahkan penggunaan perangkat dan media digital dengan jelas, mengimbangi waktu penggunaan media digital dengan interaksi di dunia nyata, pinjamkan kepada anak perangkat digital sesuai dengan kebutuhan, pilihkan program/aplikasi positif, mendampingi dan mengajak berinteraksi anak selama penggunaan media digital, orang tua diharapkan dapat menggunakan perangkat digital secara bijaksana, beraktivitas di dunia maya, dan menelusuri aktivitas anak dalam dunia maya. Secara khusus pengasuhan digital pada anak harus disesuaikan dengan fase pertumbuhan anak.
Fase pertumbuhan anak terdiri dari 3 tahap yaitu tahap bayi, balita+, anak-anak, dan remaja (S., Dyna Herlina, 2018).
Pada bayi (usia 0-2 tahun) hindarkan pemaparan layar pada mata anak, perdengarkan musik instrumentalia pada pagi hari dan sebelum tidur, alihkan perhatian anak pada mainan yang merangsang gerak fisik dan panca indera. Pada balita+ (usia 3-7 tahun) perhatikan sikap tubuh saat mengakses gawai: posisi mata sejajar, tidak membungkuk, di tempat terang, suara pelan, pemaparan layar secara terbatas (maksimal 2 jam/hari), ke berimbangan waktu bermain di dunia nyata dan mengakses gawai, konten harus bersifat riang, hindari konten sedih/konflik, belajar menyalakan atau mematikan gawai, menelepon, mengirim pesan dan memotret, selalu dampingi anak ketika mengakses gawai, orang tua tidak menyediakan gawai pribadi, anak tidak diperkenankan memiliki akun media sosial atau e-mail. Pada anak-anak (usia 7-11 tahun) Berikan aturan akses gawai yang ketat: hiburan dan belajar, perkenalkan nilai dan norma penting dalam keluarga, ajarkan soal konsep privasi dan informasi privat seperti: alamat, nomor telepon, penyakit dan ruang privat. Tunjukan konten-konten negatif yang harus dihindari: kekerasan dan seksualitas, konflik dan kebencian. Belajar merawat gawai dengan membersihkan, mengisi baterai, menyimpan di tempat aman, dan arahkan anak mempelajari hal-hal teknis yang produktif seperti mengolah gambar, kata, angka, suara. Pada remaja (usia >11 tahun) Beri penekanan fungsi media digital untuk aktivitas produktif, ajarkan mereka menggunakan media digital untuk partisipasi sosial yang produktif, ajarkan cara membentuk kepribadian di dunia digital yang bermanfaat untuk kehidupan pribadi dan profesional di masa depan, sering-seringlah mendiskusikan pengalaman mereka bermedia digital lalu kaitkan dengan pengalaman di dunia nyata. Menurut tinjauan dr. Meva Nareza, para ahli menyarankan waktu maksimal anak mengakses gadget adalah 1–2 jam per hari. Berikut ini adalah durasi anak bermain gadget yang disarankan berdasarkan usianya: 1. Anak usia di bawah 2 tahun disarankan sama sekali tidak diberi akses pada gadget. Jika benar-benar diperlukan, anak usia di atas 1,5 tahun dapat mengakses gadget dengan didampingi orang tua dan tidak lebih dari 1 jam per hari. 2. Anak usia 2–5 tahun disarankan mengakses gadget hanya 1 jam per hari, itu pun sebaiknya program yang berkualitas. 3. Anak usia 6 tahun ke atas boleh bermain gadget, tapi dengan waktu yang sudah disepakati bersama orang tua, misalnya hanya pada akhir pekan atau maksimal 2 jam per hari. Hal yang perlu Anda pahami adalah durasi yang disarankan di atas tidak hanya berlaku pada penggunaan gadget seperti ponsel atau tablet saja, tapi juga termasuk waktu untuk menonton TV atau menggunakan komputer/laptop. Selain membatasi anak main gadget dengan menentukan waktu bermedia digital yang tidak menganggu aktivitas penting: makan, istirahat, belajar, bermain, beribadah, interaksi keluarga, orang tua diharapkan dapat mendisiplinkan diri untuk melakukan hal yang sama. Jadi, sebagai imigran digital juga harus berusaha untuk tidak sering mengakses gadget saat bersama keluarga serta meletakkan handphone dan mematikan TV di saat-saat tertentu yang sudah disepakati bersama.
Orang tua harus memberikan contoh bermedia digital kepada anak-anak karena mereka merupakan peniru ulung yang mampu mengaplikasikan aktivitas orang tuanya terhadap dunianya sendiri.
Dengan bersama-sama membatasi gadget di lingkungan keluarga, anak pun akan membiasakan diri untuk tidak menggantungkan kesenangannya terhadap alat elektronik ini. Namun, bila hal tersebut malah membuatnya merasa diperlakukan tidak adil dan marah, mungkin anak sudah mengalami kecanduan gadget. Jika sudah seperti ini, konsultasikan dengan psikolog atau psikiater untuk mendapat penanganan yang tepat.
Daftar Pustaka Edwards, C. Drew. 2006. Ketika Anak Sulit Diatur: Panduan Bagi Para Orang Tua Untuk Mengubah Masalah Perilaku Anak. Bandung: PT. Mizan Utama. Nareza, Meva. 2020. Keluarga: Berapa Lama Waktu Ideal Anak Gunakan Gadget Setiap Hari diunduh dari (https://www.alodokter.com/berapa-jam-waktu-ideal-anak-gunakan-gadget-setiap-hari), pada 22 Juli 2021. S., Dyna Herlina, Benni Setiawan, dan Gilang Jiwana Adikara. 2018. Digital Parenting: Mendidik Anak di Era Digital. Yogyakarta: Samudra Biru.
댓글