top of page
  • Writer's pictureTije_

Korelasi Hidup Manusia dalam 'Sebuah Kelapa'

Jika kamu ingin memanjat, jangan memanjat tangga, karena setelah sampai puncak hanya menemui alam kekosongan.

Dalam hidup, mungkin karir semakin tinggi. Tapi semakin tinggi-semakin hampa.


Sejatinya, hidup itu seperti memanjat pohon kelapa, di mana kamu harus menginjak tataran dan memeluk erat pohonnya.

Setelah sampai di atas kamu akan menemukan banyak hal yang ada.


Manggar (bunga kelapa), tegese manungso kedah agarwo. Manusia haruslah menikah, untuk mendapat keturunan dan bisa meneruskan perjuangan.


Dari anggar menjadi beluluk.

Beluluk (kelapa kecil), tegese bocah cilik kudu ndiluk. Anak kecil harus ditata akhlaknya, jiwanya, karakternya.


Setelah menjadi beluluk maka akan berubah menjadi cengkir.

Cengkir (kelapa agak besar) tegese kenceng ing pikir. Anak remaja harus lurus pikiranya, harus mampu bersikap dewasa.


Setelah itu menjadi kelapa, yang diluarnya isinya serabut, lalu di dalamnya ada yang keras, dinamakan batok, di dalam batok ada degan (ngadek jejeg ing pangeran), mulai berjalan menyeberangi samudera tauhid, menjadi saksi keesaan Allah, di dalam degan ada air, yang mana ketika diselami lagi, dalam air itu ada yang namanya rasa.


Di puncak pohon kelapa ada yang namanya janur, tegese jati ning nur, cahaya sejati, yaitu cahaya Muhammad. Karena dari sanalah kita semua bermula,,


Seperti itulah tingkatan keadaan manusia.

Usia anak-anak diibaratkan bluluk, usia remaja di ibaratkan cengkir,


Jadi kelapa itu di ibaratkan tingkatan kedewasaan sikap. Namun lagi-lagi sama seperti umur manusia. Gak ada yang tau kapan ia kembali kepada sang Pencipta-Nya.

Begitupun dengan kelapa, adakalanya masih bluluk sudah gugur, dan adakalanya juga sudah menjadi kelapa tua, sudah kering tapi ia tidak segan gugur.

Tapi yang perlu diingat adalah bahwa di setiap tingkatan umur, ia bermanfaat.

6 views0 comments

Recent Posts

See All

Comments


Post: Blog2_Post
bottom of page